Beranda HOME Organisasi Kampus di Ujung Tanduk

Organisasi Kampus di Ujung Tanduk

0
Alamsyah Gautama, Mahasiwa UMM, Ketua umum HMI komisariat Pertanian UMM
Alamsyah Gautama
Ketua umum HMI komisariat Pertanian UMM

Hariannetwork.com – Kasat kusut cara mahasiswa memandang organisasi kampus saat ini berada pada situasi yang memprihatinkan, padahal organisasi merupakan instrument penting diluar proses belajar/mengajar di sebuah universitas.

Ada banyak sekali pengalaman yang tidak kita dapatkan di dalam kelas perkuliahan dan hanya bisa ditemukan di dalam organisasi, akan tetapi semakin hari minat dan keinginan mahasiswa mengikuti organisasi semakin menurun.

Mengutip dari Prof, Jabal Tarik Ibrahim, seorang Dosen di Universitas Muhammadiyah Malang menyebut bahwa jika ingin meningkatkan rasa percaya diri maka masuk organisasi, karena didalamnya terdapat sikap optimisme dan komitmen yang dibentuk begitu pula kesiapan kerja setelah lulus nanti.

Menelusuri lebih dalam sebab menurunnya peminat organisasi kampus ternyata terdapat beberapa faktor, seperti padatnya jadwal kegiatan kuliah/praktikum, image organisasi di media sosial yang kurang baik, sifat pragmatisme mahasiswa yang hanya bertumpu pada nilai semata, larangan orang tua, minimnya dorongan dari dosen-dosen di kampus, dan kurangnya branding/sosialisasi organisasi di kampus maupun tidak ada prospek menggugah yang di tawarkan dalam organisasi (ketinggalan jaman).

Jika mundur sedikit melihat para reformis dan para pemrakarsa besar di Indonesia sebagian besarnya mereka lahir dari rahim organisasi, bahkan para politisi ulung, ekonom besar, guru progresif dan berbagai jabatan lainnya kebanyakan memiliki rekam jejak aktif ber organisasi ketika di bangku kuliah, lantas saat ini mahasiswa dihadapkan oleh fenomena yang tidak biasa, organisasi semakin ditinggalkan dan ketinggalan.

Ketika diskusi dengan beberapa fungsionaris maupun anggota organisasi didalam kampus semakin banyak persoalan yang di jabarkan terkait menurunnya minat ikut organisasi di berbagai kampus, seperti Lahirnya program MBKM, eksistensi organisasi dalam kampus kian redup sebab take & give yang didapatkan lebih minim, MBKM dikira lebih menguntungkan karena disuplai dengan pendanaan dan terkesan banyak, berbeda dengan organisasi lainnya, meminta pendanaan program kerja saja sulit dan turunnya lama, kira-kira begitu.

Oleh karenanya eksistensi beberapa organisasi kampus dikalahkan dengan program-program pemerintah yang saat ini lebih menguntungkan, terlampau banyak program yang ditawarkan dengan ganjaran yang banyak pula tentu sangat diminati mahasiswa, selain pendanaan mudah dan besar bahkan mata kuliah bagi yang mengikuti bisa di konversikan jika lolos.

Melirik hasil survey LPMSolidaritas tentang peminat organisasi dan MBKM kian terlampau jauh, minat Organisasi 20,5 % sedangkan minat MBKM 79,5 % hal ini karena tawaran yang lebih menggiurkan seperti penjelasan di atas.

Organisasi sejatinya membutuhkan regenerasi demi keberlangsungan organisasi yang saat ini berada dalam kekhawatiran, karena sumber daya manusia merupakan persoalan fundamental jika berbicara tentang  organisasi.

Selain MBKM ada juga persoalan lain yang mengakibatkan kurangnya minat mahasiswa dalam berorganisasi, yaitu politisasi recruitment sampai intervensi ekternal dalam berjalannya kegiatan organisasi didalam kampus, hal itu disampaikan oleh beberapa narasumber/teman diskusi dari beberapa kampus, maka tidak heran kalau operasional organisasi didalam kampus menjadi barang yang ditakuti oleh mahasiswa awam, sejatinya ada Ketua di atas Ketua dan ada MPO di atas MPO (Majelis Pengawas Organisasi).

Persoalan organisasi saat ini semakin kompleks diterpa berbagai problematika tertentu, namun untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dan regenerasi organisasi di kampus perlu langkah-langkah strategis, Fakta saat ini tidak boleh dibiarkan berlarut dengan alasan tanpa solusi, maka sudah saatnya para fungsionaris organisasi merekonstruksi kembali konsep untuk menarik minat mahasiswa yang disebut-sebut gen Z dewasa ini.

Sedikit banyaknya langkah-langkah yang perlu di tawarkan adalah melakukan pembaharuan organisasi yang sejalan dengan situasi dan kondisi mahasiswa saat ini, memutus rantai feodalisme maupun senioritas dalam organisasi, membangun sinergitas antar lembaga dan otoritas untuk mengembalikan citra organisasi dalam kampus dengan memberikan reward bagi yang mengikuti baik berupa sertifikat maupun legal standing yang dapat dikonversikan ke dalam mata kuliah, meningkatkan nilai tawar dan menjamin kebutuhan yang didapatkan oleh fungsionaris maupun anggota organisasi.

Mengutip dari Eno Bening, seorang social media strategist bahwa ada 3 hal yang dilirik sebelum masuk dalam organisasi yaitu pengembangan skill dan softskill yang ditawarkan, relasi yang didapat, dan prestasi dari organisasi yang akan diikuti, maka perubahan itu tidak hanya tentang konsep menarik minat mahasiswa ikut organisasi, akan tetapi fungsionaris juga perlu membangun prestasi dan nilai tawar dalam organisasi yang ada.

Dijaman yang serba digital seperti saat ini, maka semakin mudah akses untuk menilai suatu organisasi, karena sejatinya para fungsionaris harus lebih progresif  untuk melahirkan aksi nyata organisasi dan rekam jejak prestasi-prestasi positif sebagai pencapaian dari organisasi itu sendiri.

Moctar lubis seorang sastrawan dalam bukunya yang berjudul manusia indonesia menyebutkan salah satu ciri orang indonesia itu enggan mengemban tanggung jawab, maka dengan adanya instrumen perubahan melalui organisasi, upaya mahasiswa saat ini adalah memutus akar Apatisme yang semakin merajalela di kampus-kampus, boleh kata kalau pergerakan organisasi stagnan tetapi tidak bisa dikatakan mati!

Dilansir dari laman http://publikasiilmiah.ums.ac.id, sesungguhnya banyak yang didapatkan oleh mahasiswa ketika mengikuti organisasi kampus, 1. Melatih leadership, 2. Membangun jiwa sosial dan solidaritas, 3. Mampu menyelesaikan problem solving dan manajemen konflik, 4. Memperluas relasi, 5. Mendapat pengalaman berharga dan sebagainya. secara teoritis mungkin bisa didapatkan dalam ruang kelas, namun prakteknya hanya ada didalam organisasi. Prinsip Agen of Change harus di aktifkan’ fungsi harus di topang dan indahkan sehingga layak disebut sebagai Mahasiswa.

Nilai kepemimpinan, manajemen dan organisasi secara teoritis harus lebih dimatangkan guna mendorong wawasan para organisatoris di kampus.

Aktualisasinya harus di revitalisasi kembali, dimana para fungsionaris organisasi sudah seharusnya hijrah dalam hal merubah sistem dan tatanan pengelolaan organisasi, karena pada dasarnya perubahan di era digitalisasi ini tidak dapat dipastikan.

Maka, kajian untuk arah baru dalam upaya membaca pergolakan mahasiswa secara berkala harus konsisten, karena ia lebih cepat daripada pertumbuhan rambut seorang bayi, sehingga cara berpikir mahasiswa sangat mudah terpapar oleh pengaruh media sosial yang cenderung memberi dampak negatif pada mahasiswa itu sendiri.

Hanya satu kata untuk para fungsionaris di setiap insitusi organisasi yaitu, ‘BERBENAH’ kata yang paling seksi dan mahal di situasi dan kondisi yang komplek dewasa ini, hanya organisasi jalan menuju perubahan dan membentuk karakter mahasiswa yang progresif dan adaptif selebihnya hanya bonus maupun keuntungan tak terduga.

Editor: Tim Redaksi Harian Network

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here